Pembiayaan Syariah: Prinsip dan Jenis Kegiatan Usaha

Mengenal Prinsip dan Jenis Kegiatan Usaha Pembiayaan Syariah

Dengan hadirnya pembiayaan syariah, memberikan alternatif lain bagi konsumen produk keuangan di Indonesia, selain pembiayaan konvensional yang telah lebih dahulu ada.

Secara umum, kegiatan pembiayaan syariah hampir mirip dengan pembiayaan konvensional. Namun terdapat beberapa karakteristik khusus, dengan produk dan mekanisme transaksi yang berdasarkan prinsip syariah.

Seperti apa aturan tentang penyelenggaraan kegiatan pembiayaan syariah yang diatur oleh OJK melalui POJK No. 31/POJK.05/2014 dan SEOJK No. 48/SEOJK.05/2016. Mari kita simak lebih lanjut.

Ketentuan Dasar Pembiayaan Syariah

Pembiayaan Syariah adalah penyaluran pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah.

Prinsip Syariah adalah ketentuan hukum Islam berdasarkan fatwa dan/atau pernyataan kesesuaian syariah dari Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI).

Prinsip Kegiatan Pembiayaan Syariah

Dalam kegiatan pembiayaan syariah wajib memenuhi prinsip Keadilan (‘adl), Keseimbangan (tawazun), Kemaslahatan (maslahah), Universalisme (alamiyah), Tidak mengandung Gharar (objek transaksi tidak jelas), Maysir (spekulatif), Riba (tambahan yang haram), Zhulm (tidak adil), Risywah (suap) dan Objek Haram.

Jenis Kegiatan Usaha Pembiayaan Syariah

Pembiayaan Jual Beli

Pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang melalui transaksi jual beli sesuai dengan perjanjian pembiayaan syariah yang disepakati oleh para pihak.

Pembiayaan Jual Beli menggunakan akad sebagai berikut:

Murabahah, yaitu jual beli suatu barang dengan menegaskan harga belinya (harga perolehan) kepada pembeli, dan pembeli membayarnya dengan harga lebih (margin) sebagai laba sesuai dengan kesepakatan para pihak.

Salam, yaitu jual beli suatu barang dengan pemesanan sesuai dengan syarat-syarat tertentu dan pembayaran harga barang terlebih dahulu secara penuh.

Istishna, yaitu jual beli suatu barang dengan pemesanan pembuatan barang sesuai dengan kriteria dan persyaratan tertentu, dan pembayaran harga barang sesuai dengan kesepakatan oleh para pihak.

Pembiayaan jual beli dengan akad murabahah, salam dan istishna dalam versi pembiayaan konvensional adalah pembiayaan konsumen atau consumer finance.

Perusahaan Multifinance Syariah di IndonesiaBaca juga: Perusahaan Multifinance Syariah di Indonesia

Pembiayaan Investasi

Pembiayaan dalam bentuk penyediaan modal dengan jangka waktu tertentu, untuk kegiatan usaha produktif dengan pembagian keuntungan sesuai dengan perjanjian pembiayaan syariah yang disepakati oleh para pihak.

Pembiayaan Investasi menggunakan akad sebagai berikut:

Mudharabah, yaitu akad kerjasama suatu usaha antara dua pihak, dimana pihak pertama (shahib mal) menyediakan seluruh modal, sedang pihak kedua (mudharib) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan usaha dibagi diantara mereka sesuai dengan kesepakatan para pihak.

Musyarakah, yaitu pembiayaan berdasarkan akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan para pihak.

Mudharabah Musytarakah, yaitu bentuk mudharabah dimana pengelola dana (mudharib) turut menyertakan modal dalam kerjasama, dimana keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan para pihak.

Musyarakah Mutanaqishoh, yaitu musyarakah atau syirkah yang kepemilikan asset (barang) atau modal salah satu pihak (syarik) berkurang, disebabkan pembelian porsi kepemilikan (hishshah) secara bertahap oleh pihak lainnya.

Pembiayaan Jasa

Pemberian/penyediaan jasa baik dalam bentuk pemberian manfaat atas suatu barang, pemberian pinjaman (dana talangan) dan/atau pemberian pelayanan dengan dan/atau tanpa pembayaran imbal jasa (ujrah) sesuai dengan perjanjian pembiayaan syariah yang disepakati oleh para pihak.

Pembiayaan jasa menggunakan akad sebagai berikut:

Ijarah, yaitu pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam jangka waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah), tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.

Ijarah Muntahiyah Bittamlik, yaitu Ijarah yang disertai dengan janji pemindahan kepemilikan (wa’d) setelah masa ijarah selesai.

Ijarah dan Ijarah Muntahiyah Bittamlik dalam versi pembiayaan konvensional adalah Sewa Guna Usaha atau Leasing.

Hawalah atau Hawalah bil Ujrah, yaitu pengalihan utang dari satu pihak yang berutang kepada pihak lain yang wajib menanggung pembayarannya. Atau Hawalah dengan pengenaan imbal jasa (ujrah).

Wakalah atau Wakalah bil Ujrah, yaitu pemberian kuasa dari pemberi kuasa (muwakkil) kepada penerima kuasa (wakil) dalam hal yang boleh diwakilkan, dimana penerima kuasa tidak menanggung risiko terhadap apa yang diwakilkan, kecuali karena kecerobohan atau wanprestasi. Atau Wakalah dengan pengenaan imbal jasa (ujrah).

Wakalah bil Ujrah dalam versi pembiayaan konvensional adalah Anjak Piutang atau Factoring.

Kafalah atau Kafalah bil Ujrah, yaitu jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafiil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung (makful ‘anhu ashil). Atau Kafalah dengan pengenaan imbal jasa (ujrah).

Ju’alah, yaitu janji atau komitmen (iltizam) untuk memberikan imbalan (reward/’iwadh/ju’l) tertentu atas pencapaian hasil (natijah) yang ditentukan dari suatu pekerjaan.

Qardh, yaitu pinjam meminjam dana (dana talangan) tanpa imbalan dengan kewajiban pihak peminjam mengembalikan pokok pinjaman secara sekaligus atau cicilan dalam jangka waktu tertentu.

Ketentuan Uang Muka Pembiayaan Syariah Untuk Kendaraan Bermotor

Mengacu pada regulasi terbaru SEOJK No. 48/SEOJK.05/2016, perusahaan syariah yang melakukan pembiayaan jual beli untuk kendaraan bermotor, wajib mengenakan uang muka atau urbun (down payment), dengan ketentuan sebagai berikut:

Perusahaan Syariah dengan NPF dibawah atau sama dengan 1 persen, ketentuan DP:

  • Kendaraan bermotor roda 2 atau 3, minimal 5 persen dari harga jual kendaraan.
  • Kendaraan bermotor roda 4 atau lebih dengan tujuan produktif dan non produktif, minimal 5 persen dari harga jual kendaraan.

Perusahaan Syariah dengan NPF diatas 1 persen dibawah atau sama dengan 3 persen, ketentuan DP:

  • Kendaraan bermotor roda 2 atau 3, minimal 5 persen dari harga jual kendaraan.
  • Kendaraan bermotor roda 4 atau lebih dengan tujuan produktif, minimal 5 persen dari harga jual kendaraan.
  • Kendaraan bermotor roda 4 atau lebih dengan tujuan non produktif, minimal 10 persen dari harga jual kendaraan.

Perusahaan Syariah dengan NPF diatas 3 persen dibawah atau sama dengan 5 persen, ketentuan DP:

  • Kendaraan bermotor roda 2 atau 3, minimal 10 persen dari harga jual kendaraan.
  • Kendaraan bermotor roda 4 atau lebih dengan tujuan produktif, minimal 10 persen dari harga jual kendaraan.
  • Kendaraan bermotor roda 4 atau lebih dengan tujuan non produktif, minimal 15 persen dari harga jual kendaraan.

Perusahaan Syariah dengan NPF diatas 5 persen, ketentuan DP:

  • Kendaraan bermotor roda 2 atau 3, minimal 15 persen dari harga jual kendaraan.
  • Kendaraan bermotor roda 4 atau lebih dengan tujuan produktif, minimal 20 persen dari harga jual kendaraan.
  • Kendaraan bermotor roda 4 atau lebih dengan tujuan non produktif, minimal 25 persen dari harga jual kendaraan.

Ketentuan besaran uang muka (urbun) ini tidak diwajibkan untuk pembiayaan kendaraan bermotor dengan program kepemilikan kendaraan bermotor (car ownership program).

Pinjaman Online SyariahBaca juga: Daftar Pinjaman Online Syariah di Indonesia

Sumber Pendanaan Pembiayaan Syariah

Pendanaan perusahaan pembiayaan syariah bisa diperoleh dari berbagai sumber, selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah, yaitu:

  • Menerima pendanaan dari lembaga pemerintah, bank, industri keuangan non bank, lembaga dan/atau usaha lain (badan usaha Indonesia dan badan usaha asing).
  • Menerima pinjaman (Qardh) subordinasi.
  • Menerbitkan obligasi syariah (sukuk).
  • Melakukan sekuritisasi sesuai prinsip syariah.

Pendanaan / pembiayaan tersebut diatas menggunakan akad mudharabah, mudharabah musytakarah, musyarakah, ijarah, qardh, dan/atau akad pendanaan lainnya yang sesuai prinsip syariah.

Kerja Sama Pembiayaan Syariah

Kerja sama melalui pembiayaan penerusan (channeling) dapat dilaksanakan dengan pihak bank, perusahaan pembiayaan sekunder perumahan, lembaga keuangan mikro, serta perusahaan syariah lainnya, harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan prinsip syariah, serta wajib menggunakan akad wakalah bil ujrah.

Mekanisme kerjasama channeling tersebut, perusahaan dapat bertindak sebagai pihak yang menyalurkan (pengelola/wakil) atau sebagai penyedia dana/modal/barang. Sebagai pihak pengelola (wakil) perusahaan memperoleh ujrah, dan risiko dari pembiayaan yang timbul berada pada pihak penyedia dana/modal/barang.

Bisnis Pinjaman Online SyariahBaca juga: Mengupas Bisnis Pinjaman Online Syariah

Larangan Bagi Penyelenggara Pembiayaan Syariah

  • Menyediakan dana tunai kepada konsumen tanpa didasari transaksi pengadaan barang atau jasa.
  • Menghimpun dana secara langsung dari masyarakat berbentuk giro, tabungan dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
  • Memberikan jaminan atas pemenuhan kewajiban pihak lain.
  • Menerbitkan surat sanggup bayar (promisorry note), kecuali sebagai jaminan atas pendanaan kepada pihak yang memberikan pendanaan.
  • Melakukan tindakan yang menyebabkan atau memaksa lembaga keuangan lainnya yang berada dibawah pengawasan OJK melanggar dan/atau menghindari peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  • Menggunakan informasi yang tidak benar yang dapat merugikan konsumen, pemberi kredit (kreditur) dan pemangku kepentingan termasuk OJK.

Mayoritas penduduk Indonesia yang beragam Islam jelas menjadi peluang besar bagi industri layanan keuangan atau pembiayaan syariah untuk bisa berkembang dengan cepat.

Baca juga: Istilah-Istilah Dalam Pembiayaan Syariah
error: Content is protected !!