Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merilis aturan baru mengenai tata cara penagihan kredit atau pembiayaan serta mekanisme pengambilalihan atau penarikan agunan yang dilakukan Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) kepada konsumen atau nasabah.
Aturan tersebut tercantum dalam Peraturan OJK (POJK) No. 22 tahun 2023 tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan. Regulasi ini diterbitkan pada 20 Desember 2023.
Penerbitan POJK ini merupakan tindak lanjut atas amanat UU No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) dan menggantikan POJK Nomor 6/POJK.07/2022 tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan serta menyempurnakan beberapa POJK lainnya.
Selain untuk melindungi konsumen, aturan baru OJK ini dibuat supaya PUJK menerapkan prinsip perilaku pelaku PUJK (market conduct) yang baik dalam menjalankan kegiatan usahanya, sehingga akan semakin mendorong pertumbuhan bisnis yang sehat, karena makin kuatnya kepercayaan konsumen.
Sebagai informasi, Pelaku Usaha Jasa Keuangan atau yang disingkat PUJK adalah pihak yang melakukan kegiatan usaha penghimpunan dana, penyaluran dana, atau pengelolaan dana di sektor jasa keuangan, seperti bank, perusahaan multifinance, asuransi, dan lembaga jasa keuangan lainnya.
Mekanisme Penagihan Kredit
Dalam aturan baru OJK, di Pasal 62 ayat 1, tertulis bahwa PUJK wajib memastikan penagihan kredit atau pembiayaan kepada konsumen dilaksanakan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selanjutnya, dalam tindakan penagihan maka PUJK wajib memastikan penagihan dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:
Pertama, tidak menggunakan cara ancaman, kekerasan dan/atau tindakan yang bersifat mempermalukan konsumen. Seperti penarikan barang jaminan di ruang publik, dan/atau menyebarluaskan informasi mengenai overdue konsumen kepada kontak telepon yang dimiliki oleh konsumen.
Kedua, penagihan juga tidak diperkenankan menggunakan tekanan secara fisik maupun verbal.
Ketiga, penagihan kredit tidak kepada pihak selain konsumen.
Keempat, penagihan tidak secara terus menerus yang bersifat mengganggu. Yang dimaksud dengan terus menerus adalah dilakukan lebih dari 3 kali dalam 1 hari.
Kelima, penagihan kredit hanya dapat dilakukan pada alamat penagihan dan domisili konsumen.
Keenam, pelaku usaha jasa keuangan wajib memastikan penagihan hanya dilakukan pada hari Senin hingga Sabtu, di luar hari libur nasional. Dan waktu penagihan dari pukul 08.00 – 20.00 waktu setempat. Tidak 24 jam.
Untuk penagihan diluar tempat atau waktu yang ditentukan, hanya dapat dilakukan atas dasar persetujuan dan perjanjian dengan konsumen terlebih dahulu.
Ketujuh, penagihan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Baca juga: Kredit Bermasalah: Gejala, Penyebab, dan PenyelesaiannyaOJK juga menegaskan, PUJK dapat bekerja sama dengan pihak lain dalam melakukan penagihan kepada konsumen, namun wajib memenuhi ketentuan yaitu pihak lain tersebut berbentuk badan hukum, memiliki izin dari instansi berwenang, dan memiliki sumber daya manusia yang telah memperoleh sertifikasi di bidang penagihan dari lembaga sertifikasi profesi atau asosiasi penyelenggara yang terdaftar OJK.
Segala dampak yang ditimbulkan atas penagihan kredit yang bekerja sama dengan pihak lain akan menjadi tanggung jawab PUJK yang bersangkutan.
Apabila PUJK melanggar ketentuan yang telah ditetapkan, akan dikenai sanksi administratif berupa peringatan tertulis sampai pencabutan izin usaha oleh OJK.
Mekanisme Pengambilalihan Agunan Kredit
Dalam aturan baru ini, OJK juga mengatur mengenai mekanisme pengambilalihan atau penarikan agunan kredit.
Pada Pasal 64, disebutkan bahwa pengambilalihan atau penarikan agunan oleh PUJK wajib memenuhi ketentuan, yaitu konsumen terbukti wanprestasi, konsumen sudah diberikan surat peringatan, dan PUJK memiliki sertifikat jaminan fidusia, sertifikat hak tanggungan, dan/atau sertifikat hipotek.
Kemudian, dalam Pasal 65, jika konsumen tidak dapat menyelesaikan kewajiban dalam jangka waktu tertentu setelah dilakukan penarikan agunan, PUJK yang akan melakukan penjualan agunan wajib melalui pelelangan umum, atau penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan antara PUJK dan konsumen, jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak.
Pengambilalihan atau penarikan agunan serta pelaksanaan penjualan wajib dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan terkait agunan.
Selanjutnya, dalam Pasal 66 tertulis bahwa PUJK wajib memberikan penjelasan kepada konsumen mengenai proses dan hasil penjualan agunan. PUJK wajib mengembalikan uang kelebihan penjualan agunan kepada konsumen dalam jangka waktu sesuai dengan perjanjian antara PUJK dan konsumen.
Apabila PUJK melanggar ketentuan yang telah ditetapkan, akan dikenai sanksi administratif berupa peringatan tertulis sampai pencabutan izin usaha oleh OJK.
Demikianlah aturan baru OJK mengenai mekanisme penagihan dan pengambilalihan atau penarikan agunan kredit yang perlu kita ketahui. Semoga bermanfaat.
Baca juga: Aturan Fidusia Dalam Pembiayaan Kendaraan Bermotor Perlu Diketahui