Memahami fraud management secara komprehensif, mulai dari mengenali faktor pemicu terjadinya fraud, jenis perilaku fraud, hingga implementasi strategi anti fraud yang efektif.
Secara singkat, fraud dapat dikatakan sebagai suatu bentuk penyimpangan dari suatu proses atau prosedur yang telah ditetapkan. Sehingga menguntungkan pelaku (diri sendiri atau kelompok) dan dapat mengakibatkan kerugian bagi perusahaan dan pihak lainnya baik secara materi maupun imateri.
Fraud tidak saja menyebabkan kerugian finansial yang signifikan, juga merusak reputasi perusahaan, dan bahkan berujung pada tuntutan hukum.
Oleh sebab itu, penting bagi perusahaan untuk memahami dan menerapkan strategi fraud management yang efektif. Ia berfungsi sebagai perisai yang melindungi bisnis dari aktivitas penipuan dan penyimpangan.
Mengapa Fraud Management Penting?
Fraud management adalah proses manajemen risiko yang berfokus pada pencegahan, deteksi, dan respons terhadap tindakan penyimpangan dalam suatu perusahaan atau industri. Proses ini melibatkan penerapan strategi komprehensif yang mencakup kewaspadaan terhadap penipuan, pengendalian internal, serta mekanisme deteksi dan pencegahan penipuan atau penyimpangan.
Fraud management sangat penting untuk melindungi bisnis dari kerugian finansial, kerusakan reputasi, dan masalah hukum yang diakibatkan oleh aktivitas penipuan. Dengan menerapkan serangkaian langkah, strategi, dan teknologi pencegahan penipuan (fraud prevention) yang efektif, perusahaan dapat melindungi aset, menjaga reputasi perusahaan, memastikan kepatuhan hukum, dan mempertahankan kelangsungan operasional.
Faktor Pemicu Tindakan Fraud
Penyimpangan itu terjadi di saat seseorang menjalankan tugas dan tanggung-jawab yang dipercayakan kepadanya. Tapi tidak dijalankan sesuai dengan proses atau prosedur yang berlaku serta bertujuan untuk kepentingan/keuntungan pribadi atau kelompok, dilakukan secara sadar/sengaja dan bisa terjadi kapan saja.
Teori fraud triangle cukup populer untuk mengungkap alasan terjadinya kecurangan dalam bisnis perusahaan. Istilah fraud triangle ini digunakan untuk menggambarkan tiga kondisi penyebab terjadinya kecurangan dalam laporan keuangan perusahaan.
3 kondisi/unsur yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan kecurangan atau penyimpangan adalah sebagai berikut:
1. Tekanan (Pressure)
Adanya tekanan atau dorongan menyebabkan seseorang melakukan fraud. Tekanan bisa berasal dari berbagai sumber, baik dari lingkungan pekerjaan maupun kehidupan pribadi.
Contoh tekanan yang umum dihadapi oleh individu, yaitu tekanan finansial (utang tinggi, biaya hidup yang meningkat), tekanan dari atasan/manajemen, dan tekanan pribadi (masalah keluarga, kesehatan).
2. Peluang atau Kesempatan (Opportunity)
Adanya peluang atau kesempatan yang memungkinkan terjadinya tindakan fraud. Kesempatan biasanya timbul karena kelemahan dalam sistem pengendalian internal perusahaan.
Faktor-faktor terciptanya kesempatan untuk penyimpangan/kecurangan, yaitu sistem pengendalian internal yang lemah, akses ke sumber daya yang tidak terbatas, dan ketidaktahuan atau ketidakpedulian manajemen.
3. Rasionalisasi (Rationalization)
Pelaku fraud mencari pembenaran atas tindakannya (rasionalisasi). Contoh bentuk rasionalisasi yang umum digunakan, yaitu merasa layak mendapatkan lebih dari apa yang mereka terima, merasa tidak ada pilihan lain, dan menganggap penipuan sebagai hal yang biasa atau umum terjadi.
Secara garis besar pelaku fraud dapat dikategorikan dalam dua kelompok, yaitu pihak internal perusahaan dan pihak eksternal perusahaan.
- Pihak internal, seperti pegawai/karyawan, bisa di level staf, supervisor, manajerial dan bisa juga di level eksekutif.
- Pihak eksternal, seperti nasabah atau pelanggan, mitra usaha (supplier, vendor, merchant, dealer), ataupun sindikasi mafia.
Fraud bisa saja dilakukan oleh pegawai/karyawan secara sendiri-sendiri, berkelompok, maupun melibatkan pihak-pihak lain di luar bank / lembaga keuangan nonbank.
Jenis Perilaku dalam Fraud Management
Beberapa contoh perilaku dalam fraud management yang terjadi di institusi jasa keuangan, antara lain:
- Menarik dana nasabah tanpa sepengetahuan pemilik melalui slip penarikan kosong yang sudah ditandatangani nasabah.
- Menarik uang kas nasabah secara berulang-ulang hingga miliaran rupiah.
- Pencairan deposito milik nasabah oleh pengurus tanpa sepengetahuan pemiliknya.
- Pemberian kredit dengan dokumen dan jaminan fiktif.
- Membuat laporan hasil survey fiktif, tidak melakukan survey.
- Memanipulasi data dan/atau dokumen pengajuan kredit nasabah.
- Uang hasil penagihan tidak disetor ke Teller, atau disetor ke Teller dengan jumlah nominal tidak sesuai dengan hasil tagihan.
- Unit barang tarikan tidak diserahkan ke kantor/perusahaan.
Jenis-jenis perilaku lainnya yang dikategorikan bagian dari fraud management oleh Bank Indonesia adalah kecurangan, penipuan, penggelapan asset, pembocoran informasi, tindak pidana perbankan (tipibank), dan tindakan-tindakan lainnya yang dapat disamakan dengan perilaku di atas.
Strategi Anti Fraud
Mengingat industri jasa keuangan merupakan industri yang rentan sebagai tempat kejadian fraud, maka sistem kontrol super ketat mutlak ada.
Dalam penerapan sistim pengawasan atau pengendalian fraud, terdapat 4 pilar strategi anti fraud yang saling berkaitan, sebagaimana diatur oleh BI.

Pilar Strategi Anti Fraud
1. Pencegahan
Langkah-langkah dalam pencegahan terjadinya fraud mencakup:
Anti Fraud Awaraness, dengan melakukan sosialisasi dan kampanye anti fraud statement seperti “say no to fraud”, menyelenggarakan training dan workshop anti fraud, serta pembuatan brosur anti fraud.
Identifikasi Kerawanan, dengan melakukan identifikasi kerawanan terhadap aktivitas yang dinilai berisiko tinggi untuk terjadinya fraud, selanjutnya hasil identifikasi didokumentasikan dan dilaporkan kepada pihak yang berkepentingan.
Know Your Employee, menyusun sistim dan prosedur rekrutmen yang efektif sehingga diperoleh gambaran rekam jejak calon karyawan (pre-employee screening) lengkap dan akurat, pengenalan dan pemantauan karakter, perilaku dan gaya hidup (lifestyle) karyawan.
2. Deteksi
Pendeteksian fraud management dapat dilakukan melalui kebijakan dan mekanisme whistleblowing, melakukan surprise audit pada unit bisnis yang berisiko tinggi dan rawan terjadinya fraud, dan pengujian atau pemeriksaan yang dilakukan tanpa diketahui oleh pihak yang diuji atau diperiksa guna me-monitoring efektivitas kebijakan anti fraud (surveillance system).
3. Investigasi, Pelaporan dan Sanksi
Investigasi, dilakukan untuk mengumpulkan bukti-bukti terkait kejadian yang patut diduga merupakan tindakan fraud.
Pelaporan, harus ada mekanisme pelaporan yang efektif atas pelaksanaan investigasi dan kejadian fraud yang ditemukan.
Sanksi, menyusun kebijakan pengenaan sanksi dan harus diterapkan secara transparan, konsisten serta efektif agar menimbulkan efek jera bagi para pelaku fraud.
4. Pemantauan, Evaluasi, dan Tindak Lanjut
Pemantauan, salah satu langkah yang penting dalam pengendalian fraud adalah memantau tindak lanjut (corrective action) yang dilakukan terhadap kejadian-kejadian fraud. Apakah sudah sesuai dengan ketentuan internal bank maupun ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku.
Evaluasi, data kejadian fraud (fraud profiling) perlu diarsip dengan baik, berguna sebagai alat bantu evaluasi dalam mengidentifikasi kelemahan dan penyebab terjadinya fraud, sehingga dapat ditentukan langkah-langkah perbaikan yang diperlukan.
Tindak Lanjut, harus ada mekanisme tindak lanjut dari hasil evaluasi atas kejadian fraud, untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan dan memperkuat sistim pengendalian intern, serta mencegah agar kejadian fraud yang sama tidak terulang kembali.
Demikianlah, titik celah kejahatan di ranah industri jasa keuangan bukan hanya seputar modus penipuan atau kecurangan saja. Akan tetapi lemahnya pengawasan institusi keuangan terhadap sumber daya manusia juga menjadi pekerjaan rumah (PR) dunia bisnis keuangan dan perbankan.
PR besar tersebut dapat diselesaikan jika perusahaan dapat mengelola fraud management secara efektif dengan membangun pengendalian internal yang kuat, mendorong budaya etika, menyediakan pelatihan dan kesadaran berkelanjutan (awareness), melakukan penilaian risiko secara berkala, menerapkan teknologi deteksi penyimpangan (fraud detection technologies), menegakkan konsekuensi atas perilaku curang (fraudulent behaviour), berkolaborasi dengan mitra eksternal, serta memantau dan meninjau pengendalian secara berkala.
Baca juga: Pengertian Kredit, Unsur, Fungsi dan Jenis-Jenisnya
