Industri Pembiayaan Mengalami Perlambatan Pertumbuhan

Industri Pembiayaan Mengalami Perlambatan Pertumbuhan

Industri pembiayaan atau multifinance di Indonesia tengah mengalami perlambatan pertumbuhan penyaluran pembiayaan dalam beberapa tahun terakhir, dengan grafik pertumbuhan yang terus menurun.

Data OJK menunjukkan bahwa pertumbuhan pembiayaan yang tadinya 13,48% YoY (year on year) pada 2022 turun menjadi 13,23% pada 2023, dan terus melambat menjadi 6,92% pada 2024, lalu menyentuh angka 5,94% pada Februari 2025. Perlambatan ini juga diiringi dengan kenaikan rasio NPF gross (Kontan.co.id, 06/05/2025).

Penyebab Perlambatan Pertumbuhan Pembiayaan

Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya perlambatan pertumbuhan industri pembiayaan, yaitu:

  • Pertumbuhan Ekonomi yang Melambat
    Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2025 hanya mencapai 4,87% year on year, menjadi yang terendah sejak kuartal III 2021, berdampak langsung pada daya beli masyarakat dan permintaan pembiayaan (CNBC Indonesia, 05/05/2025).
  • Ketidakpastian Ekonomi
    Volatilitas tinggi dan ketidakpastian kebijakan ekonomi, penurunan kelas menengah, tingginya jumlah PHK, termasuk risiko geopolitik dan dampak perang dagang global, juga menjadi faktor pemicu.
  • Menurunnya Daya Beli Masyarakat
    Penurunan daya beli masyarakat akibat kondisi ekonomi yang belum stabil berdampak pada penyaluran pembiayaan. Di mana konsumen menjadi lebih selektif dalam mengambil keputusan pembelian barang, termasuk kendaraan.
  • Penurunan Penjualan Kendaraan
    Industri multifinance sangat bergantung pada sektor pembiayaan otomotif, yang menyumbang porsi signifikan dari total piutang pembiayaan. Saat ini, penjualan kendaraan bermotor di Indonesia menunjukkan tren penurunan, baik secara wholesale maupun retail, yang dipicu oleh berbagai faktor seperti pelemahan daya beli masyarakat, kenaikan suku bunga, dan kebijakan pemerintah (Tempo, 03/03/2025).

Dampak Akibat Perlambatan Pertumbuhan Pembiayaan

  • Pelemahan Kinerja
    Perlambatan pertumbuhan pembiayaan menyebabkan pelemahan kinerja industri multifinance, yang berdampak pada pendapatan dan laba perusahaan multifinance.
  • Peningkatan NPF
    Rasio NPF (Non Performing Financing) gross mengalami tren kenaikan. Pada 2022 tercatat sebesar 2,32%, naik menjadi 2,44% pada 2023, lalu meningkat lagi menjadi 2,70% per Desember 2024, dan menyentuh 2,87% pada Februari 2025. Kenaikan rasio NPF menunjukkan kualitas aset pembiayaan yang memburuk, potensi peningkatan risiko kredit bermasalah, sehingga dapat menyebabkan peningkatan biaya cadangan kerugian pembiayaan.
  • Tekanan pada Perusahaan Multifinance
    Perusahaan multifinance perlu menyesuaikan strategi dan fokus pada bisnis yang lebih stabil untuk menjaga kinerja keuangan perusahaan.
Panduan Lengkap Kredit Sepeda Motor: Langkah Demi LangkahBaca juga: Panduan Lengkap Kredit Sepeda Motor: Langkah Demi Langkah

Strategi Multifinance Menghadapi Perlambatan

Perusahaan multifinance perlu mengadaptasi strategi untuk menghadapi kondisi atau tren perlambatan pembiayaan ini, yaitu:

1. Perkuat Sinergi dengan Induk Perusahaan

Perusahaan multifinance yang terafiliasi dengan grup perusahaan berfokus memperkuat sinergi dengan induk perusahaan, karena sinergi ini selain untuk meningkatkan penetrasi pasar, juga dapat membantu meningkatkan pertumbuhan bisnis dan daya saing mereka.

2. Penguatan Manajemen Risiko

Mengkedepankan prinsip kehati-hatian dalam proses underwriting, seperti fokus pada nasabah dengan rendah risiko untuk menjaga kualitas portofolio dan mengurangi risiko kerugian. Menjalankan manajemen risiko dengan disiplin untuk menjaga kualitas aset tetap sehat.

Untuk menjaga kualitas aset saat menghadapi perlambatan pembiayaan, berfokus pada pengelolaan dan monitoring risiko yang ketat dan cermat. Serta perlu ada fleksibilitas dalam menyesuaikan strategi pembiayaan dan negosiasi yang efektif dengan nasabah (debitur).

3. Diversifikasi Portofolio Pembiayaan

Perusahaan multifinance perlu berupaya untuk mengembangkan dan menawarkan produk pembiayaan baru yang lebih sesuai dengan kebutuhan pasar. Untuk terus bertumbuh, perusahaan multifinance harus memperluas pembiayaan di luar otomotif, dan mesti memilih segmen usaha yang masih berpeluang tumbuh, seperti pembiayaan untuk kebutuhan konsumsi dan bisnis skala kecil.

Di samping itu, OJK juga memberikan opsi pembiayaan investasi dan modal kerja. Pembiayaan jenis ini yang masih terbatas dan perlu dicoba oleh multifinance secara prudent. Per Februari 2025, pertumbuhan piutang pembiayaan investasi justru tumbuh sebesar 12,98% YoY (Bisnis.com, 05/05/2025).

4. Optimalkan Proses Bisnis dan Digitalisasi

Perusahaan multifinance juga berupaya untuk mengoptimalkan proses bisnis, seperti proses pemberian kredit, proses penagihan, dan proses restrukturisasi untuk meningkatkan efisiensi. Dan mendorong efisiensi operasional secara berkelanjutan.

Digitalisasi menjadi kunci untuk meningkatkan efisiensi dan menjangkau pelanggan baru. Pengembangan digitalisasi baik dalam proses internal perusahaan maupun ekosistem layanan.

5. Optimisme Terbatas

Meskipun ada perlambatan, masih ada optimisme bahwa industri pembiayaan mampu mencatatkan laba pada 2025, ada potensi dari pinjaman dana tunai untuk konsumsi dan usaha kecil, meski penyalurannya perlu dilakukan secara hati-hati.

Ringkasnya, perlambatan pertumbuhan pembiayaan industri multifinance di Indonesia dipicu oleh penurunan daya beli, penurunan penjualan kendaraan, dan ketidakpastian global. Data OJK menunjukkan pertumbuhan piutang melambat menjadi 5,92% yoy pada Februari 2025, dengan tren perlambatan berlangsung beberapa tahun terakhir.

Meski demikian, perusahaan multifinance berupaya mengatasi tantangan ini melalui penguatan manajemen risiko, digitalisasi, diversifikasi produk, dan fokus pada segmen UMKM. Peluang pemulihan tetap ada, terutama jika ekonomi domestik terus membaik dan inisiatif seperti GIIAS atau insentif pemerintah mendorong penjualan otomotif.

Bagaimana Dealer dan Leasing Mendominasi Pasar Kredit MotorBaca juga: Bagaimana Dealer dan Leasing Mendominasi Pasar Kredit Motor

About the author

Ferry

Seorang content writer dengan pengalaman sebagai praktisi keuangan di bidang pembiayaan dan perkreditan.