Setiap bisnis sudah pasti akan berhadapan dengan beragam risiko. Risiko dalam berbagai bentuk dan tingkatan bagaikan komponen yang tak terpisahkan dari setiap aktivitas ekonomi dan bisnis. Singkat kata, tidak ada satu pun bisnis yang tidak berisiko.
Sebagai salah satu pilar sektor keuangan dalam melaksanakan fungsi pelayanan jasa finansial dibidang pembiayaan dan perkreditan. Perusahaan pembiayaan jelas sangat memerlukan adanya suatu pengelolaan dan pengendalian serta distribusi risiko yang efisien. Oleh karena itu, pelaku industri multifinance dituntut untuk mampu secara efektif mengelola risiko yang dihadapinya.
Manajemen resiko merupakan salah satu aspek penting dalam kelangsungan perusahaan pembiayaan. Dengan penerapan praktik manajemen risiko, akan menjaga dan melindungi perusahaan dari kerugian-kerugian yang mungkin timbul dari beragam aktivitas perusahaan serta menjaga tingkat resiko sesuai dengan arahan yang telah digariskan.
Pengertian Manajemen Risiko
Manajemen Risiko adalah serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usaha Lembaga Jasa Keuangan Non Bank.
Otoritas Jasa Keuangan, melalui Peraturan OJK No. 1/POJK.05/2015 dan Surat Edaran OJK No. 10/SEOJK.05/2016, mensyaratkan perusahaan pembiayaan untuk menerapkan Manajemen Risiko, yang setidaknya mencakup 5 (lima) pilar manajemen risiko.
Cakupan Penerapan Manajemen Risiko Pada Industri Multifinance
PILAR I – Pengawasan Aktif Direksi dan Dewan Komisaris
Memuat uraian tentang peran, kewenangan serta tanggung jawab Direksi dan Dewan Komisaris dalam Manajemen Risiko, kualifikasi serta kompetensi SDM dan Organisasi Manajemen Risiko.
PILAR II – Kecukupan Kebijakan, Prosedur, dan Penetapan Limit Risiko
Memuat uraian tentang strategi manajemen risiko, tingkat risk appetite dan tingkat risk tolerance yang akan diambil, kebijakan dan prosedur, serta penetapan limit risiko.
Risk appetite adalah besarnya risiko yang dapat ditoleransi atau dapat diterima oleh manajemen sebagai hal yang wajar karena sejalan dengan ukuran-ukuran umum, misalnya ukuran umum berupa risk return suatu transaksi.
Risk tolerance adalah besar/jumlah risiko yang ingin diambil oleh perusahaan secara menyeluruh atau dalam unit bisnis tertentu atau untuk kategori risiko yang spesifik.
PILAR III – Kecukupan Proses Identifikasi, Pengukuran, Pemantauan, dan Pengendalian Risiko
Memuat uraian tentang proses identifikasi risiko, pengukuran risiko, pemantauan risiko, dan pengendalian risiko.
PILAR IV – Sistim Informasi Manajemen Risiko
Memuat uraian tentang bagaimana sistim informasi manajemen perusahaan mendukung penerapan Manajemen Risiko. Sistim informasi manajemen yang disesuaikan dengan karakteristik, kegiatan dan kompleksitas aktivitas usaha perusahaan.
PILAR V – Sistim Pengendalian Intern yang Menyeluruh
Memuat uraian bagaimana sistim pengendalian internal yang efektif, termasuk fungsi kepatuhan dilakukan perusahaan.
5 (lima) pilar manajemen risiko tersebut diatas harus diterapkan pada setiap jenis risiko-risiko yang dikelola oleh perusahaan pembiayaan.
Jenis-jenis Risiko Dalam Penerapan Manajemen Risiko Pada Perusahaan Pembiayaan
1. Risiko Strategi
Risiko strategi adalah potensi kegagalan perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan akibat ketidaklayakan atau kegagalan dalam melakukan perencanaan, penetapan dan pelaksanaan strategi, pengambilan keputusan bisnis yang tidak tepat, dan/atau kurang responsifnya perusahaan terhadap perubahan eksternal.
Penerapan manajemen risiko bertujuan untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya risiko strategi yang berdampak pada bisnis perusahaan. Yang disebabkan oleh strategi yang diterapkan tidak sesuai kondisi lingkungan, stabilitas politik tidak kondusif, inflasi yang tinggi, dll.
2. Risiko Operasional
Risiko operasional adalah potensi kegagalan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya sebagai akibat ketidaklayakan atau kegagalan proses internal, manusia, sistim teknologi informasi, dan/atau adanya kejadian yang berasal dari luar lingkungan perusahaan.
Penerapan manajemen risiko bertujuan untuk meminimalkan kemungkinan dampak negatif akibat ketidaklayakan atau kegagalan proses internal dan/atau adanya kejadian dari eksternal. Risiko operasional bisa saja timbul karena tingginya kompleksitas perusahaan, volume dan beban kerja yang dimiliki, pegawai kunci resign secara mendadak, dll.
3. Risiko Aset dan Liabilitas
Risiko aset dan liabilitas adalah risiko yang terjadi karena adanya potensi kegagalan dalam pengelolaan aset dan liabilitas perusahaan, yang menimbulkan kekurangan dana dalam pemenuhan kewajiban perusahaan.
Penerapan manajemen risiko untuk memastikan bahwa perusahaan mengelola aset dan liabilitasnya dengan baik, sehingga tidak menimbulkan kekurangan dana dalam pemenuhan kewajiban perusahaan. Timbulnya risiko bisa dikarenakan pengelolaan aset dan liabilitas yang tidak baik, serta kesesuaian aset dan liabilitas tidak memadai.
4. Risiko Kepengurusan
Risiko kepengurusan adalah risiko kegagalan perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan akibat kegagalan perusahaan dalam memelihara komposisi terbaik pengurus (Direksi dan Dewan Komisaris) yang memiliki kompetensi dan integritas yang tinggi.
Penerapan manajemen risiko bertujuan untuk memastikan bahwa perusahaan memelihara komposisi terbaik Direksi dan Dewan Komisaris yang memiliki kompetensi dan integritas yang tinggi, sehingga perusahaan terhindar dari kegagalan dalam mencapai tujuannya.
5. Risiko Tata Kelola
Risiko tata kelola adalah potensi kegagalan dalam pelaksanaan tata kelola yang baik (good governance). Ketidaktepatan gaya manajemen, lingkungan pengendalian, dan perilaku dari setiap pihak yang terlibat langsung dengan perusahaan baik langsung atau tidak langsung.
Penerapan manajemen resiko bertujuan untuk meminimalkan risiko tidak terlaksananya tata kelola yang baik di perusahaan. Yang timbul karena perusahaan tidak memiliki pedoman tata kelola dengan baik dan memadai, begitu juga penerapan manajemen risikonya tidak memadai.
6. Risiko Dukungan Dana (Permodalan)
Risiko permodalan adalah risiko yang muncul akibat ketidakcukupan dana/modal perusahaan. Termasuk kurangnya akses tambahan dana/modal dalam menghadapi kerugian atau kebutuhan dana/modal yang tidak terduga.
Penerapan manajemen risiko bertujuan meminimalkan kemungkinan perusahaan memiliki kemampuan pendanaan yang lemah dan tambahan pendanaan yang rendah. Sehingga perusahaan tidak dapat menyerap kerugian tidak terduga.
7. Risiko Pembiayaan
Risiko pembiayaan adalah risiko yang terjadi akibat kegagalan debitur dan/atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada perusahaan pembiayaan.
Penerapan manajemen risiko bertujuan untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya kegagalan debitur dan/atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada perusahaan. Yang bersumber dari kualitas piutang pembiayaan yang rendah, strategi penyaluran pembiayaan yang tidak memadai, atau adanya faktor eksternal yang berdampak pada kesanggupan nasabah membayar cicilan kredit, dll.
Model Three Lines of Defence
Model lain dalam pengelolaan dan pengawasan serta pengendalian risiko yang bisa diterapkan di bisnis pembiayaan adalah konsep pertahanan tiga lapis atau three lines of defence.
Konsep ini membedakan antara fungsi-fungsi dalam organisasi, yaitu fungsi pemilik risiko (risk owner), fungsi yang menangani risiko (managing risks), fungsi yang mengawasi risiko (overseeing risks), dan fungsi yang melaksanakan assurance secara independen (independent assurance).
Pertahanan lapis pertama (first line of defence), dilaksanakan oleh unit/fungsi yang melakukan aktivitas operasional sehari-hari, seperti di frontliner atau ujung tombak perusahaan.
Pertahanan lapis kedua (second line of defence), dilaksanakan oleh fungsi/bagian manajemen risiko dan quality assurance.
Pertahanan lapis ketiga (third line of defence), dilaksanakan oleh auditor (internal dan eksternal audit).
Melalui Model 3LD bisa menghasilkan output dan outcome yang berkualitas.
Baca juga: Fraud Management: Kapan Terjadi dan Jenis Perilakunya