Gadai Syariah bisa menjadi solusi praktis bagi masyarakat yang membutuhkan dana di saat terdesak. Serta sebagai salah satu sumber pembiayaan yang dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan tambahan dana tunai yang cukup besar dalam waktu singkat, dengan cara menggadaikan barang.
Biasanya, barang yang bisa digadaikan adalah barang-barang yang bernilai ekonomis. Islam pun tidak melarang transaksi utang piutang dengan gadai, selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.
Dalam praktiknya di Indonesia, gadai terbagi ke dalam dua macam, yaitu gadai konvensional dan gadai syariah. Kedua jenis gadai tersebut ada yang dikelola oleh badan usaha milik pemerintah, ada juga oleh perusahaan swasta.
Lantas, apa yang dimaksud dengan Gadai Syariah? Di artikel kali ini akan dijelaskan mengenai gadai syariah, mulai dari pengertian, rukun dan akad, serta manfaat gadai syariah, hingga perbedaan gadai syariah dengan konvensional.
Pengertian Gadai Syariah
Transaksi gadai dalam fikih Islam disebut Rahn, yaitu menahan barang sebagai jaminan atas utang.
Sehingga bisa diartikan, Gadai Syariah (Rahn) adalah akad perjanjian antara pihak pemberi pinjaman dan pihak penerima pinjaman, dengan menahan barang (menggadaikan barang) sebagai jaminan atas utang.
Dasar hukum gadai syariah adalah Fatwa Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI), dengan mengeluarkan beberapa fatwa yang dijadikan rujukan, yaitu:
1. Fatwa DSN No. 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn
2. Fatwa DSN No. 26/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn Emas
3. Fatwa DSN No. 68/DSN-MUI/III/2008 tentang Rahn Tasjily
Dalam pelaksanaannya, mayoritas ulama memandang terdapat Empat Rukun Rahn, yaitu:
– Marhun (Barang yang digadaikan)
– Marhun Bihi (Utang)
– Shighat (Ijab Qabul)
– Rahin dan Murtahin (Dua pihak yang bertransaksi, yaitu pemberi gadai/nasabah dan penerima gadai/perusahaan gadai).
Selanjutnya, dalam fatwa DSN No. 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn, dijelaskan bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam bentuk Rahn diperbolehkan, dengan beberapa ketentuan sebagai berikut:
1. Murtahin (penerima gadai) mempunyai hak untuk menahan marhun (barang gadai) sampai semua utang rahin (pemberi gadai) dilunasi.
2. Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik rahin. Pada prinsipnya, marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh murtahin kecuali seizin rahin, dengan tidak mengurangi nilai marhun dan pemanfaatannya itu sekedar pengganti biaya pemeliharaan dan perawatannya.
3. Pemeliharaan dan penyimpanan marhun pada dasarnya menjadi kewajiban rahin, namun dapat dilakukan juga oleh murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban rahin.
4. Besar biaya pemeliharaan dan penyimpanan marhun tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman.
5. Penjualan marhun. Apabila telah jatuh tempo, murtahin harus memperingatkan rahin untuk segera melunasi utangnya. Jika rahin tetap tidak dapat melunasi utangnya, maka marhun dilelang sesuai prinsip syariah. Hasil penjualan marhun digunakan untuk melunasi utang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan. Kelebihan hasil penjualan menjadi milik rahin dan kekurangannya menjadi kewajiban rahin.
Akad Gadai Syariah
Dikutip dari laman SikapiUangmu OJK, salah satu yang membedakan transaksi gadai syariah dengan konvensional adalah adanya akad. Akad yang digunakan dalam transaksi Rahn adalah:
1. Qardh al-hasan
Akad ini digunakan rahin (pemberi gadai) untuk tujuan konsumtif, oleh karena itu rahin akan dikenakan biaya perawatan dan penjagaan barang gadai (marhun) oleh perusahaan gadai (murtahin). Ketentuannya:
– Barang gadai hanya dapat dimanfaatkan dengan jalan menjual, seperti emas, barang elektronik, dan lain sebagainya.
– Karena bersifat sosial, maka tidak ada pembagian hasil. Perusahaan gadai hanya diperkenankan untuk mengenakan biaya administrasi kepada rahin.
2. Mudharabah
Akad yang diberikan bagi rahin yang ingin memperbesar modal usahanya atau untuk pembiayaan lain yang bersifat produktif. Ketentuannya:
– Marhun dapat berupa barang bergerak maupun barang tidak bergerak seperti: emas, elektronik, kendaraan bermotor, tanah, rumah, dan lain-lain.
– Keuntungan dibagi setelah dikurangi dengan biaya pengelolaan marhun.
3. Ba’i Muqayyadah
Akad ini diberikan kepada rahin untuk keperluan yang bersifat produktif. Seperti pembelian alat kantor atau modal kerja.
Dalam hal ini, murtahin juga dapat menggunakan akad jual beli untuk barang atau modal kerja yang diinginkan oleh rahin. Marhun adalah barang yang dimanfaatkan oleh rahin ataupun murtahin.
4. Ijarah
Akad yang objeknya adalah pertukaran manfaat untuk masa tertentu. Bentuknya adalah murtahin (perusahaan gadai) menyewakan tempat penyimpanan barang. Murtahin dapat menyewakan tempat penyimpanan barang (deposit box) kepada nasabah.
Pada akad ini, nasabah menitipkan barang jaminannya di pergadaian selama masa pinjaman. Atas penitipan tersebut, murtahin membebankan ujrah (biaya) kepada nasabah sesuai tarif yang telah ditentukan dan disepakati oleh kedua belah pihak dalam akad ijarah.
Baca juga: Mengenal Lebih Dekat Usaha atau Perusahaan PergadaianManfaat Rahn
Rahn dapat memberikan manfaat bila dijalankan sesuai aturan. Diantara manfaat Rahn adalah:
Bagi pemberi gadai, bisa menyelamatkan dari krisis dan menghilangkan kegundahan di hati pemberi gadai, serta dengan dana tersebut dapat digunakan untuk berniaga.
Bagi penerima gadai, akan merasa tenang dan aman atas haknya (jaminan keamanan uang yang dipinjam) dan mendapatkan keuntungan secara syar’i.
Dari sisi masyarakat umum, rahn dapat memperluas interaksi perdagangan dan saling memberikan bantuan penuh kasih sayang di antara manusia. Rahn merupakan sarana saling tolong menolong bagi umat Islam, dalam kebaikan dan taqwa.
Selain itu, rahn dapat menjadi solusi dalam kondisi krisis yang dihadapi oleh masyarakat.
Perbedaan Gadai Syariah dan Gadai Konvensional
Meski dari segi barang yang bisa digadaikan sama, namun cukup terlihat perbedaan signifikan antara gadai syariah dan gadai konvensional. Berikut beberapa perbedaan mendasar antara gadai syariah dan gadai konvensional, yaitu:
1. Bunga
Gadai syariah menggunakan ujrah atau fee dalam akad ijarah-nya. Jenis gadai ini juga menerapkan konsep bagi hasil pada akad mudhabarah.
Sementara gadai konvensional menerapkan sistim bunga, mengambil keuntungan dari bunga pinjaman sesuai dengan hitungan persentase yang ditentukan dan disepakati. Bunga inilah yang dianggap riba.
2. Akad
Akad gadai syariah disesuaikan dengan bentuk pinjaman nasabah. Misalnya akad ijarah, qardh hasan, mudharabah, dan ba’i muqayyadah. Sedangkan gadai konvensional hanya menerapkan utang piutang dan penyerahan barang jaminan.
3. Tujuan
Gadai syariah bertujuan untuk saling menolong orang yang membutuhkan dalam rangka berbuat kebaikan, tidak ditujukan untuk memperoleh laba (nirlaba/tabarru).
Sedangkan gadai konvensional biasanya bertujuan untuk orientasi bisnis dan memperoleh keuntungan yang besar.
Dari Mana Pergadaian Syariah Memperoleh Pendapatan?
Karena pergadaian syariah tidak mengambil keuntungan dari bunga, lalu dari mana perusahaan gadai syariah memperoleh pendapatan? Pendapatannya berasal dari biaya jasa penyimpanan dan biaya pemeliharaan. Dalam istilah awam yang mudah dipahami, ujrah bisa saja diartikan sebagai biaya administrasi.
Pihak yang menerima atau menahan jaminan, bisa memungut biaya sebagai imbalan kepada peminjam, yang dalam akad digunakan sebagai biaya penitipan atau biaya pemeliharaan sesuai kesepakatan bersama.
Nah, itulah penjelasan mengenai gadai syariah, mulai dari pengertian, rukun dan akad, serta manfaat gadai syariah, hingga perbedaannya dengan gadai konvensional.
Selalulah berhati-hati sebelum melakukan transaksi gadai, dan pastikan anda bertransaksi pada perusahaan gadai yang telah terdaftar dan memperoleh izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Baca juga: Perusahaan Pergadaian Terdaftar dan Berizin di OJK