Secara singkat, fraud management dapat dikatakan sebagai suatu bentuk penyimpangan dari suatu proses atau prosedur yang telah ditetapkan. Sehingga menguntungkan pelaku (diri sendiri atau kelompok) dan dapat mengakibatkan kerugian bagi perusahaan dan pihak lainnya baik secara materi maupun imateri.
Bank Indonesia mendefenisikan Fraud Management sebagai tindakan penyimpangan atau pembiaran yang sengaja dilakukan untuk mengelabui, menipu, atau memanipulasi bank, nasabah, atau pihak lain, yang terjadi di lingkungan bank, dan/atau menggunakan sarana bank sehingga mengakibatkan bank, nasabah, atau pihak lain menderita kerugian dan/atau pelaku fraud memperoleh keuntungan keuangan, baik secara langsung maupun tidak langsung. (Surat Edaran BI No. 13/28/DPNP tgl 9 Des 2011 perihal Penerapan Strategi Anti Fraud Bagi Bank Umum).
Jenis-jenis perilaku yang dikategorikan BI sebagai fraud management, antara lain kecurangan, penipuan, penggelapan asset, pembocoran informasi, tindak pidana perbankan (tipibank), dan tindakan-tindakan lainnya yang dapat disamakan dengan perilaku diatas.
Kapan Fraud / Penyimpangan Itu Terjadi?
Penyimpangan itu terjadi disaat seseorang menjalankan tugas dan tanggung-jawab yang dipercayakan kepadanya. Tapi tidak dijalankan sesuai dengan proses atau prosedur yang berlaku serta bertujuan untuk kepentingan/keuntungan pribadi atau kelompok, dilakukan secara sadar / sengaja dan bisa terjadi kapan saja.
Hal-hal yang memicu terjadinya tindakan fraud management, yaitu adanya dorongan (pressure) yang menyebabkan seseorang melakukan fraud. Serta adanya peluang (opportunity) yang memungkinkan terjadinya fraud, dan pelaku fraud mencari pembenaran atas tindakannya (rationalization).
Secara garis besar pelaku fraud dapat dikategorikan dalam dua kelompok, yaitu pihak internal perusahaan dan pihak eksternal perusahaan.
- Pihak internal, seperti pegawai/karyawan, bisa di level staf, supervisor, manajerial dan bisa juga di level eksekutif.
- Pihak eksternal, seperti nasabah atau pelanggan, mitra usaha (supplier, vendor, merchant, dealer), ataupun sindikasi mafia.
Fraud bisa saja dilakukan oleh pegawai/karyawan secara sendiri-sendiri, berkelompok, maupun melibatkan pihak-pihak lain di luar bank/lembaga keuangan non bank.
Jenis Perilaku Fraud Management
Beberapa contoh fraud management yang terjadi di institusi-institusi keuangan, antara lain:
- Menarik dana nasabah tanpa sepengetahuan pemilik melalui slip penarikan kosong yang sudah ditandatangani nasabah.
- Menarik uang kas nasabah secara berulang-ulang hingga miliaran rupiah.
- Pencairan deposito milik nasabah oleh pengurus tanpa sepengetahuan pemiliknya.
- Pemberian kredit dengan dokumen dan jaminan fiktif.
- Membuat laporan hasil survey fiktif, tidak melakukan survey.
- Memanipulasi data dan/atau dokumen pengajuan kredit nasabah.
- Uang hasil penagihan tidak disetor ke Teller, atau disetor ke Teller dengan jumlah nominal tidak sesuai dengan hasil tagihan.
- Unit barang tarikan tidak diserahkan ke kantor/perusahaan.
Mengingat industri jasa keuangan merupakan industri yang rentan sebagai tempat kejadian fraud, maka sistem kontrol super ketat mutlak ada.
Dalam penerapan sistim pengawasan atau pengendalian fraud, terdapat setidaknya 4 pilar strategi anti fraud yang saling berkaitan, sebagaimana yang diatur oleh BI.
Pilar strategi anti fraud
1. Pencegahan
Langkah-langkah dalam pencegahan terjadinya fraud mencakup:
Anti Fraud Awaraness, dengan melakukan sosialisasi dan kampanye anti fraud statement seperti “say no to fraud”, menyelenggarakan training dan workshop anti fraud, serta pembuatan brosur anti fraud.
Identifikasi Kerawanan, dengan melakukan identifikasi kerawanan terhadap aktivitas yang dinilai berisiko tinggi untuk terjadinya fraud, selanjutnya hasil identifikasi didokumentasikan dan dilaporkan kepada pihak yang berkepentingan.
Know Your Employee, menyusun sistim dan prosedur rekrutmen yang efektif sehingga diperoleh gambaran rekam jejak calon karyawan (pre-employee screening) lengkap dan akurat, pengenalan dan pemantauan karakter, perilaku dan gaya hidup (lifestyle) karyawan.
2. Deteksi
Pendeteksian fraud management dapat dilakukan melalui kebijakan dan mekanisme whistleblowing, melakukan surprise audit pada unit bisnis yang berisiko tinggi dan rawan terjadinya fraud, dan pengujian atau pemeriksaan yang dilakukan tanpa diketahui oleh pihak yang diuji atau diperiksa guna me-monitoring efektivitas kebijakan anti fraud (surveillance system).
3. Investigasi, Pelaporan dan Sanksi
Investigasi, dilakukan untuk mengumpulkan bukti-bukti terkait kejadian yang patut diduga merupakan tindakan fraud.
Pelaporan, harus ada mekanisme pelaporan yang efektif atas pelaksanaan investigasi dan kejadian fraud yang ditemukan.
Sanksi, menyusun kebijakan pengenaan sanksi dan harus diterapkan secara transparan, konsisten serta efektif agar menimbulkan efek jera bagi para pelaku fraud.
4. Pemantauan, Evaluasi, dan Tindak Lanjut
Pemantauan, salah satu langkah yang penting dalam pengendalian fraud adalah memantau tindak lanjut (corrective action) yang dilakukan terhadap kejadian-kejadian fraud. Apakah sudah sesuai dengan ketentuan internal bank maupun ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku.
Evaluasi, data kejadian fraud (fraud profiling) perlu diarsip dengan baik, berguna sebagai alat bantu evaluasi dalam mengidentifikasi kelemahan dan penyebab terjadinya fraud, sehingga dapat ditentukan langkah-langkah perbaikan yang diperlukan.
Tindak Lanjut, harus ada mekanisme tindak lanjut dari hasil evaluasi atas kejadian fraud, untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan dan memperkuat sistim pengendalian intern, serta mencegah agar kejadian fraud yang sama tidak terulang kembali.
Demikianlah pembaca, titik celah kejahatan di ranah industri jasa keuangan bukan hanya seputar modus penipuan atau fraud management (kecurangan) saja. Akan tetapi lemahnya pengawasan institusi keuangan terhadap sumber daya manusia juga menjadi pekerjaan rumah dunia bisnis keuangan dan perbankan.
Baca juga: Pengertian Kredit, Unsur, Fungsi dan Jenis-Jenisnya